Sudah saatnya tangan yang selama ini saya gunakan untuk  menorehkan cerita -cerita sastra  mulai saya gunakan untuk mengkaji dan menuliskan cerita dalam Al -Quran 



Q.S Al-Insyirah 




Bismillahir Rahmaanir Rahiim.
 Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang.
  
 1.   A lam nasyrah laka shadrak [a].
 Tidakkah Kami lapangkan dadamu untukmu?
  
 2.   Wa wadla’naa ‘an ka wizrak [a].
 Dan Kami lepaskan bebanmu dari padamu.
  
 3. Alladzii anqadha zhahrak [a].
 Yang memberatkan punggungmu.
  
 4.  Wa rafa’naa laka dzikrak [a].
 Dan Kami meninggikan bagimu sebutanmu (namamu).
  
 5.  Fa inna ma’al ‘usri yusraa [yusran].
 Sebab sesungguhnya beserta (sehabis) kesulitan itu ada kemudahan.
  
 6.  Inna ma’al ‘usri yusraa [yusran].
 Sesungguhnya beserta (sehabis) kesulitan ada kemudahan.
  
 7.   Fa idzaa faraghta fan shab.
 Maka apabila kamu telah selesai (urusan dunia) maka bersungguh-sungguhlah (dalam beribadah).
  
 8.   Wa ilaa rabbika farghab.
 Kepada Tuhanmu berharaplah.

2 ayat yang saya beri warna merah adalah ayat dimana yang selalu memotivasi saya untuk tetap bertahan dikala kesusahan. Hidup yang saya idam-idam tak semata-mata berkilau penuh liku-liku didalam tapi percayalah Allah telah berfirman dikala kesusahan maka inilah yang harus kita nikmati. 

 Fa-biayyi alaa'i Rabbi kuma tukadzdzi ban 

(Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?) 


KAMU




Ketika tangan tak mampu lagi untuk menorehkan tinta
Kaki yang melangkah terhenti
Mata terpejam beberapa saat
Sadarku pun hilang
Alamku telah terbuai dalam pelukanmu
Hanya hati yang masih bisa merasakan
Entah seberapa lama lagi pikirku bertahan
Badanku telah kaku
Tapi ini belum berakhir
Aku sendiri disini
lemah tapi seolah tegar
dimana kamu ???
Apa aku hanya cukup bertahan sampai sini ??
Tidak ini bukan aku ?
Dimanakah kamu yang kucari ?
Kamu yang jadi penyemangatku
Apakah sudah jadi penyemangat orang lain ???
Iya, Kamu,
Kamu itu lhooo
Kamu dimana ????
Apa sudah menjadi penyemangat orang lain ???
Aku disini masih disini

Museum Radya Pustaka




Radya Pustaka adalah museum tertua di Indonesia. Dibangun pada 28 Oktober 1890 oleh Kanjeng Adipati Sosroningrat IV, pepatih dalem pada masa pemerintahan Pakoe Boewono IX dan Pakoe Boewono X. Museum Radya Pustaka juga memiliki perpustakaan yang menyimpan buku-buku budaya dan pengetahuan sejarah, seni dan tradisi serta kesusastraan baik dalam bahasa Jawa Kuno maupun Bahasa Belanda.





Museum Radya Pustaka terletak di Jalan Slamet Riyadi, bertempat didalam kompleks Taman Wisata Budaya Sriwedari. Di museum ini tersimpan koleksi benda-benda kuno yang mempunyai nilai seni dan sejarah tinggi, antara lain : Beberapa arca batu dan perungggu dari zaman Hindu dan Budha. Koleksi keris kuno dan berbagai senjata tradisional, seperangkat gamelan, wayang kulit & wayang beber,koleksi keramik dan berbagai barang seni lainnya.



 Museum Radya Pustaka juga menyediakan buku tentang sejarah budaya dan seni. Sebagian besar buku disini ditulis dalam bahasa jawa dan juga bahasa belanda. Museum Radya Pustaka buka pada hari Selasa sampai Minggu jam 8.30-13.00. Pengunjung yang masuk dikenai biaya Rp 5.000,00.





           Di halaman depan, di depan gedung museum, para pengunjung akan menjumpai sebuah patung dada R. Ng. Rangga Warsita. Ia adalah seorang pujangga keraton Surakarta yang sangat termasyhur dan hidup pada abad ke-19. Patung ini diresmikan oleh presiden Soekarno pada tahun 1953. Di depan dan di belakang patung ini terdapat prasasti yang menggunakan aksara Jawa.
Lalu di serambi museum ada beberapa meriam beroda dari masa VOC yang berasal dari abad ke-17 dan ke-18. Sementara itu ada pula beberapa meriam-meriam kecil milik Keraton Kartasura. Selain itu terdapat pula beberapa arca-arca Hindu-Buddha. Antara lain terdapat arca Rara Jonggrang yang artinya adalah “perawan tinggi” namun sebenarnya adalah arca Dewi Durga. Selain itu ada pula arca Boddhisatwa dan Siwa. Arca-arca ini ditemukan di sekitar daerah Surakarta


Di bagian barat terdapat sebuah patung kepala raksasa yang terbuat dari kayu dan merupakan hasil karya Pakubuwono Vketika beliau masih seorang putra mahkota. Patung tersebut jumlah sebenarnya adalah dua: yang satu lainnya disimpan di Keraton Surakarta. Patung ini ialah hiasan depan sebuah perahu yang dipakai untuk mengambil permaisuri Pakubuwono IV yang berasal dari Madura. Sampai sekarang patung ini masih dianggap keramat dan sering diberi sesajian.

Dimuseum ini masih terlihat sepi pengunjung karena masih kurangnya fasilitas yang memadai untuk wisata seperti kamar mandi, area parkir, tour guide juga masih terlihat kotor diarea lingkungan museum tersebut.

menurut salah satu pengunjung asal klaten yang bernama desi dirinya baru pertama kali mengunjungi museum tersebut penilaiannya terhadap museum tersebut masih sangat minim untuk dijadikan tempat wisata.